![]() |
Tangkapan Layar Sidang MK di Youtube Resmi Mahkamah Konstitusi |
Pwrikotametro, Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) secara resmi membatalkan ketentuan tentang ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) melalui putusan perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024 pada hari Kamis, (2/1/2025). Keputusan ini berkaitan dengan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).
Sebelumnya, Pasal 222 UU Pemilu menetapkan bahwa pasangan calon presiden dan wakil presiden harus diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh minimal 20% kursi DPR atau 25% suara sah nasional dalam pemilu legislatif sebelumnya. Namun, dalam sidang pada Kamis (2/1/2025), Ketua MK Suhartoyo menyatakan bahwa ketentuan tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat.
Bunyi Pasal 222 dan Putusan MK
Pasal 222 UU Pemilu menyebutkan, "Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% suara sah nasional pada Pemilu Anggota DPR periode sebelumnya."
Namun, MK memutuskan bahwa ketentuan ini melanggar hak politik serta kedaulatan rakyat, sebagaimana diatur dalam Pasal 6A ayat (2) UUD 1945. Hakim Konstitusi Saldi Isra menjelaskan bahwa ambang batas pencalonan tidak hanya bermasalah dari segi angka, tetapi secara prinsip bertentangan dengan dasar konstitusi negara.
Pertimbangan MK
Mahkamah menyoroti beberapa alasan utama dalam keputusan tersebut:
1. Melanggar Hak Politik dan Kedaulatan Rakyat
Hakim Saldi Isra menegaskan bahwa presidential threshold membatasi hak politik individu dan tidak sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat. "Rezim ambang batas ini, berapa pun besarnya, melanggar Pasal 6A ayat (2) UUD 1945," kata Saldi.
2. Melanggar Moralitas dan Keadilan
Selain bertentangan dengan hak konstitusional, aturan ini juga dinilai melanggar moralitas, rasionalitas, dan prinsip keadilan yang tak dapat ditoleransi.
3. Terbatasnya Hak Konstitusional Pemilih
MK menyatakan bahwa ambang batas pencalonan menyebabkan minimnya alternatif pasangan calon presiden dan wakil presiden. Hal ini mengurangi peluang pemilih untuk memilih kandidat yang beragam, karena dominasi partai politik tertentu dalam pengusulan pasangan calon.
Perubahan Pendirian MK
Keputusan ini menjadi tonggak penting setelah MK sebelumnya mempertahankan keberadaan presidential threshold dalam berbagai gugatan serupa—yang mencapai lebih dari 30 kali. Dalam putusan sebelumnya, MK berpendapat bahwa pengaturan ambang batas adalah kewenangan pembuat undang-undang. Namun, pada perkara kali ini, MK mengubah pandangannya karena melihat adanya pelanggaran konstitusi yang mendasar.
Dengan putusan ini, MK menghapus presidential threshold, membuka peluang lebih luas bagi partai politik dan individu untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden tanpa batasan persentase tertentu.
Red